Jumpa Darat Setelah Pandemi
Acara ini berjudul Bimbingan Teknis Menulis
Cerita Anak Berbasis Kearifan Lokal Bermuatan STEAM. Duh, panjang banget, ya,
judulnya! Bimtek ini diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman,
Daerah Istimewa Yogyakarta tanggal 15-16 Juni 2022. Pesertanya 136 guru PAUD/TK
se-Kabupaten Sleman.
Setelah pandemi, baru kali ini saya mengisi acara secara luring. Kalau biasanya saya berhadapan dengan anak-anak, kali ini harus berhadapan dengan mantan anak-anak. Tadinya, 136 peserta akan dibagi dalam dua kelas paralel. Tetapi, akhirnya semua jadi satu kelas. Wow! Kebayang, dong, ramainya saat ibu-ibu berkumpul. Bayangkan, dari 136 peserta, 135 di antaranya adalah ibu-ibu!
Ada 3 narasumber yang mengisi Bimtek ini. Ada
Pak Suharjito dari P4TK yang membahas tentang Kearifan Lokal, Pak Abdul Wahab
alias Kak Awe yang menjelaskan tentang Teknik Bercerita di Kelas dan saya
sendiri yang berbicara tentang Teknis Menulis Cerita Anak.
Mendongeng dan Menulis Dongeng
Saya mendapat jatah memamparkan materi di hari
kedua bersama Kak Awe. Kak Awe adalah pendongeng profesional yang biasa
mendongeng di depan anak-anak. Kali ini, Kak Awe menjelaskan tentang Teknik
Bercerita di Kelas. Menurut Kak Awe, mendongeng itu harus dengan CINTA
(Cheerful, Introduce, Natural, Trust, Appreciate). Jadi, saat mendongeng, kita
harus riang gembira, menciptakan suasana akrab, natural, percaya diri, dan
menghargai para pendengar kita.
Kata Kak Awe, mendongeng itu semudah tersenyum. Jadi, setiap orang pasti bisa mendongeng. Enggak cuma berteori, Kak Awe juga praktik mendongeng di depan para peserta. Seru!
Saat sesi Teknik Menulis Cerita Anak, saya membagi materi menjadi tiga bagian, yaitu Cerita Ramah Anak, Merangkai Cerita Anak, dan Rambu-rambu Menulis Cerita Anak. Cerita seperti apa yang ramah buat anak-anak? Tentu saja yang menyenangkan, menarik minat anak, dekat dengan keseharian anak, dan sesuai dengan kemampuan anak membaca. Tokohnya tidak harus anak-anak, tetapi sebisa mungkin memiliki kemiripan dengan pembacanya, bisa dari usianya, karakternya, atau sifat-sifatnya. Pesan Moral? Hmm, kalau saya sih, lebih suka menyebutnya pesan positif. Sebaiknya pesan positif memang ada, tetapi tidak perlu disampaikan secara eksplisit. Yang penting, ceritanya menyenangkan dahulu buat anak-anak. Pesan positif jangan menjadi beban saat menulis cerita. Banyak, kok, hal positif yang bisa kira selipkan secara implisit dalam cerita tanpa kesan menggurui.
Lalu, apa isi Rambu-rambu Menulis Cerita Anak?
Saya mengingatkan tentang pentingnya mencari sumber referensi yang terpercaya,
tentang proses editing, dan yang tak kalah penting, banyak-banyaklah membaca
sebelum menulis.
Semua Bisa Menulis Cerita
Sesi terakhir menjadi sesi yang paling seru,
yaitu praktik mendongeng. Dari tokoh dan alur yang sudah dibuat, peserta
membuat cerita untuk didongengkan di depan kelas. Wuih, seru! Ternyata, ibu-ibu
ini jago membuat cerita. Muncullah cerita dengan tokoh anak yang takut pada benda berputar, hingga tokoh kaos kaki. Enggak heran, kedekatan mereka dengan anak-anak tentu
mempermudah untuk membuat cerita yang ramah anak. Apalagi, beberapa dari
peserta ternyata juga sudah berpengalaman menulis cerita untuk anak-anak.
Selesai acaranya? Ternyata, belum. Setelah dua
hari belajar bersama, masih ada PR yang harus dikerjakan di rumah, yaitu
menulis cerita! Ya, semua peserta diminta untuk praktik menulis cerita. Boleh
membuat cerita baru, boleh mengembangkan cerita yang sudah mereka susun selama
Bimtek ini. Cerita hasil karya Bapak dan Ibu Guru ini akan dibukukan supaya
bisa didongengkan di depan murid-murid mereka.
Melihat semangat belajar dan kepedulian para Bapak Ibu Guru ini pada dunia literasi, saya jadi optimis, masa depan anak-anak Indonesia akan lebih baik. Salam Literasi!
Sumber foto: Hetti, panitia
Keren banget lho mbak...semoga menginspirasi banyak orang...
BalasHapusAmin. Makasih, Mbak Pretty. Sukses untuk Mbak Pretty, yaaa ^^
Hapus