Dongeng dari Ibu Guru

2 komentar

 
Ingat enggak, kegiatan apa yang paling menyenangkan saat bersekolah di TK dulu? Bermain … menyanyi ... menggambar … mendengarkan dongeng …. Aha, mendengarkan dongeng! Buat saya, mendengarkan dongeng dari Bu Guru menjadi salah satu kegiatan yang selalu ditunggu. Samar-samar, saya masih ingat, Bu Guru TK saya mendongeng tentang kancil dan buaya. Begitu kuatnya kesan sebuah dongeng, hingga membekas sampai sekian puluh tahun kemudian dalam ingatan saya. Makanya, saya menyambut dengan semangat saat ditawari untuk mengisi Bimbingan Teknis Menulis Cerita Anak untuk guru-guru PAUD/TK se-Kabupaten Sleman.

Jumpa Darat Setelah Pandemi

Acara ini berjudul Bimbingan Teknis Menulis Cerita Anak Berbasis Kearifan Lokal Bermuatan STEAM. Duh, panjang banget, ya, judulnya! Bimtek ini diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta tanggal 15-16 Juni 2022. Pesertanya 136 guru PAUD/TK se-Kabupaten Sleman.

Setelah pandemi, baru kali ini saya mengisi acara secara luring. Kalau biasanya saya berhadapan dengan anak-anak, kali ini harus berhadapan dengan mantan anak-anak. Tadinya, 136 peserta akan dibagi dalam dua kelas paralel. Tetapi, akhirnya semua jadi satu kelas. Wow! Kebayang, dong, ramainya saat ibu-ibu berkumpul. Bayangkan, dari 136 peserta, 135 di antaranya adalah ibu-ibu!

Ada 3 narasumber yang mengisi Bimtek ini. Ada Pak Suharjito dari P4TK yang membahas tentang Kearifan Lokal, Pak Abdul Wahab alias Kak Awe yang menjelaskan tentang Teknik Bercerita di Kelas dan saya sendiri yang berbicara tentang Teknis Menulis Cerita Anak.

Mendongeng dan Menulis Dongeng

Saya mendapat jatah memamparkan materi di hari kedua bersama Kak Awe. Kak Awe adalah pendongeng profesional yang biasa mendongeng di depan anak-anak. Kali ini, Kak Awe menjelaskan tentang Teknik Bercerita di Kelas. Menurut Kak Awe, mendongeng itu harus dengan CINTA (Cheerful, Introduce, Natural, Trust, Appreciate). Jadi, saat mendongeng, kita harus riang gembira, menciptakan suasana akrab, natural, percaya diri, dan menghargai para pendengar kita.

Kata Kak Awe, mendongeng itu semudah tersenyum. Jadi, setiap orang pasti bisa mendongeng. Enggak cuma berteori, Kak Awe juga praktik mendongeng di depan para peserta.  Seru!

Saat sesi Teknik Menulis Cerita Anak, saya membagi materi menjadi tiga bagian, yaitu Cerita Ramah Anak, Merangkai Cerita Anak, dan Rambu-rambu Menulis Cerita Anak. Cerita seperti apa yang ramah buat anak-anak? Tentu saja yang menyenangkan, menarik minat anak, dekat dengan keseharian anak, dan sesuai dengan kemampuan anak membaca. Tokohnya tidak harus anak-anak, tetapi sebisa mungkin memiliki kemiripan dengan pembacanya, bisa dari usianya, karakternya, atau sifat-sifatnya. Pesan Moral? Hmm, kalau saya sih, lebih suka menyebutnya pesan positif. Sebaiknya pesan positif memang ada, tetapi tidak perlu disampaikan secara eksplisit. Yang penting, ceritanya menyenangkan dahulu buat anak-anak. Pesan positif jangan menjadi beban saat menulis cerita. Banyak, kok, hal positif yang bisa kira selipkan secara implisit dalam cerita tanpa kesan menggurui.

Pada bagian Merangkai Cerita Anak, saya mengajak peserta untuk belajar tentang elemen-elemen cerita, yaitu Tema, Latar, Tokoh, Alur, dan Konflik. Kami mencoba membuat tokoh cerita yang asyik serta membuat alur cerita yang seru. Sebagai pendukung, saya menunjukkan beberapa buku ramah anak, termasuk memperkenalkan buku-buku anak terbitan Room to Read dan Let’s Read.

Lalu, apa isi Rambu-rambu Menulis Cerita Anak? Saya mengingatkan tentang pentingnya mencari sumber referensi yang terpercaya, tentang proses editing, dan yang tak kalah penting, banyak-banyaklah membaca sebelum menulis.

Semua Bisa Menulis Cerita

Sesi terakhir menjadi sesi yang paling seru, yaitu praktik mendongeng. Dari tokoh dan alur yang sudah dibuat, peserta membuat cerita untuk didongengkan di depan kelas. Wuih, seru! Ternyata, ibu-ibu ini jago membuat cerita. Muncullah cerita dengan tokoh anak yang takut pada benda berputar, hingga tokoh kaos kaki. Enggak heran, kedekatan mereka dengan anak-anak tentu mempermudah untuk membuat cerita yang ramah anak. Apalagi, beberapa dari peserta ternyata juga sudah berpengalaman menulis cerita untuk anak-anak.

Di sesi ini, saya dan Kak Awe kebagian tugas untuk menilai penampilan para peserta. Saya membahas isi ceritanya, Kak Awe membahas cara menyampaikannya. Namanya Ibu Guru, tentu pinginnya menasihati murid-muridnya biar jadi anak yang baik. Nah, kebanyakan peserta jadi terjebak untuk menyimpulkan pesan moral di akhir cerita.

Selesai acaranya? Ternyata, belum. Setelah dua hari belajar bersama, masih ada PR yang harus dikerjakan di rumah, yaitu menulis cerita! Ya, semua peserta diminta untuk praktik menulis cerita. Boleh membuat cerita baru, boleh mengembangkan cerita yang sudah mereka susun selama Bimtek ini. Cerita hasil karya Bapak dan Ibu Guru ini akan dibukukan supaya bisa didongengkan di depan murid-murid mereka. 

Melihat semangat belajar dan kepedulian para Bapak Ibu Guru ini pada dunia literasi, saya jadi optimis, masa depan anak-anak Indonesia akan lebih baik. Salam Literasi!

Sumber foto: Hetti, panitia

Veronica W
Seorang penulis dan editor yang menyukai dunia anak-anak.

Related Posts

2 komentar

  1. Keren banget lho mbak...semoga menginspirasi banyak orang...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amin. Makasih, Mbak Pretty. Sukses untuk Mbak Pretty, yaaa ^^

      Hapus

Posting Komentar