Cerpen Alunan Sanja, Cerita tentang Sape'

16 komentar

Ketika membaca sebuah cerita yang menarik, kadang saya bertanya, kenapa si penulis membuat cerita ini. Selain membaca cerita itu sendiri, membaca cerita di balik munculnya cerita itu alias behind the scene, selalu menarik bagi saya.

Beberapa waktu yang lalu, salah satu cerpen saya, Alunan Sanja, dimuat di Majalah Bobo. Saya lupa, kapan terakhir menulis cerpen dan dongeng untuk Majalah Bobo. Sejak resign dari Majalah Bobo, tak ada target untuk menulis cerpen dan dongeng. Jadinya, saya hanya menulis cerita bergambar Keluarga Bobo. Sejak pandemi, saya tidak lagi menulis cerita Keluarga Bobo. Rasanya kangen untuk menulis cerpen dan dongeng lagi di Majalah Bobo. Hasilnya? Mengalirlah kisah Alunan Sanja.

Ide cerita ini muncul ketika saya melihat foto-foto lama perjalanan saya ketika masih sering liputan untuk rubrik Potret Negeriku. Saya melihat foto orang bermain sape’, alat musik tradisional Dayak. Waktu itu saya sedang mengunjungi Desa Wisata Pampang di Samarinda, Kalimantan Timur. Cling! Kepikiran untuk membuat cerita tentang sape’. Umumnya sape’ dimainkan oleh laki-laki. Hmm, saya pun mencoba mencari referensi. Ternyata, banyak juga perempuan yang memainkan sape’. Aha, saya ingin tokoh perempuan! Maka, lahirlah Sanja.

Kenapa namanya Sanja? Nah ini, saya tidak tahu, muncul begitu saja, hahaha! Oh, ya, sepertinya saya sempat mencari nama anak dalam bahasa Dayak. Sanja artinya senja dalam bahasa Dayak. Tadinya mau saya kasih nama Senja, biar judulnya jadi Alunan Senja. Tetapi, judul itu terlalu umum, jadi muncullah Alunan Sanja, biar sedikit berbeda.

Saya mencoba menggambarkan karakter Sanja. Dia adalah seorang anak perempuan, seusia pembaca Bobo, yang sayang pada neneknya. Sanja adalah anak yang aktif, kreatif, dan pantang menyerah. Lalu, mucullah ide-ide lain. Tentang hubungan Sanja dengan sape’, tentang hubungan Sanja dengan neneknya, tentang perjuangan Sanja saat belajar bermain sape’, dan ide-ide lain. Setelah diramu dan disatukan, mengalirlah cerita Alunan Sanja.

Awalnya Sanja tidak bisa dan tidak terpikir untuk belajar bermain sape’. Tetapi, ketika neneknya sakit, Sanja berusaha mencari-cari apa yang bisa membuat neneknya bahagia. Sanja ingat, neneknya selalu bahagia ketika mendengar Kakek bermain sape’. Sayang, Kakek sudah meninggal. Sape’nya pun tergeletak begitu saja. Selain Kakek, tak ada yang bisa bermain sape’ di rumah Sanja. Nah, Sanja jadi ingin belajar bermain sape’ untuk membahagiakan neneknya.

Bagaimana perjuangan Sanja untuk belajar bermain sape’? Apakah neneknya bahagia setelah Sanja bisa memainkan sape’? Teman-teman bisa membaca cerita lengkapnya di Majalah Bobo No. 28/XLIX yang terbit tanggal 14 Oktober 2021. Cerpen ini diilustrasi oleh Larastputri.



 

Veronica W
Seorang penulis dan editor yang menyukai dunia anak-anak.

Related Posts

16 komentar



  1. Keren mba, seneng bisa dimuat majalah anak populer, dulu saya sering membaca bobo, anak2 sekarang kok gak mau baca lagi ya..😣

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih, Mbak Narda. Mungkin anak-anak sekarang lebih banyak pilihan selain baca majalah, ya ... bisa baca ebook, nonton youtube, main sosmed, dll.

      Hapus
  2. Bagus banget ceritanya Mbak, idenya dari hal sederhana tapi jadi menarik setelah riset lebih jauh, kaya akan kearifan lokal.. Keren!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih, Mbak Dedew... Iya, Mbak, baru seneng belajar nulis tentang kearifan lokal ^^

      Hapus
  3. Bobo majalah aku waktu kecil mba, wah sanja cucu yang hebat, mau menggantikan kakek buat nyenengin nenek, idenya keren mba buat anak mida belajar sapee

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Mbak... Sanja sayang banget sama neneknya ^^

      Hapus
  4. Wah, keren banget Mbak. Memperkaya khasanah pengetahuan anak-anak. Termasuk orangtua sih, karena mengangkat budaya lokal.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih, Bunda. Karena nulis cerita ini, saya pun belajar banyak ^^

      Hapus
  5. Mba keren banget inspirasi cerpennya. Saya pelanggan bobo waktu zaman SD loh..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih, Mbak Rini... Hihi, Bobo emang keren ya ^^

      Hapus
  6. Aku pengen bisa menulis cerita yang berlatar belakang budaya suatu daerah, yang kental kearifan lokalnya.. Keren..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih, Nai... Aku juga baru belajar ini, masih harus banyak berlatih. Kutunggu cerita Nai yang mengangkat kearifan lokal, yaaa ^^

      Hapus
  7. Kangen nulis di Majalah Bobo lagi 🥲 sekarang kompetisi makin ketat ya.. eh ya salam buat Sanja yaa, Kak Penulis 🥰

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nulis di Bobo memang ngangenin, ya... Iya, banyak penulis baru. Tapi, bukan berarti angkatan lama kayak kita nggak bisa muncul lagi. Ayo, cepat tulis dan kirim 😊
      Sip... sip... salam untuk Sanja akan segera Kakak sampaikan. Makasih 😉

      Hapus
  8. Afrilla Dwitasari14 Agustus, 2023 00:09

    Halo Mba, boleh baca cerita lengkapnya? Ada dimana ya apakah diaplot? :) Terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maaf, Mbak, belum ada versi lengkapnya di sini. Cerita ini dimuat di Majalah Bobo No. 28/XLIX, bulan Oktober 2021.

      Hapus

Posting Komentar