“Kapan Ibu Pulang?”, Sebuah Cerita Saat Ibu Jauh Dariku

2 komentar
Kapan Ibu Pulang?
Penulis: Veronica W.
Ilustrator: Nur Shanti Indriani
Penerbit: The Asia Foundation - Let's Read

Ketika Litara mengumumkan adanya Lokakarya Penulisan Buku Anak Bergambar, saya langsung bersemangat. Bekerja sama dengan Litara adalah salah satu cita-cita saya. Apalagi, di pojok atas poster ada logo Let’s Read. Hmm, nulis buku buat Let’s Read, itu juga salah satu cita-cita. Mengapa? Jawabannya sederhana saja, karena saya dan anak-anak suka baca buku-buku Litara dan Let’s Read.

Tentang Perempuan, Kesetaraan , dan Perubahan

Kali ini tema yang diangkat adalah tentang Perempuan, Kesetaraan, dan Perubahan. Setelah baca-baca, cari referensi (dan melamun, hihi..), saya ingat pengasuh anak saya. Waktu baru punya satu anak dan masih kerja kantoran, saya menggunakan jasa pengasuh. Sempat ganti beberapa kali karena berbagai masalah. Satu kesamaan, para pengasuh ini punya anak kecil yang mereka tinggalkan di kampung halaman, demi mencari nafkah di Jakarta (Eh, rumah saya masuk Tangerang dhing, nggak usah ngaku-ngaku Jakarta, meski Jakarta hanya di seberang jalan, wkwkwk).

Ilustrasi cerita "Kapan Ibu Pulang?"
karya Veronica W. & Nur Shanti Indriani,
Penerbit: The Asia Foundation

Pengasuh pertama, yang paling lama bertahan dan sudah kami anggap seperti keluarga sendiri, bekerja meninggalkan seorang anak laki-laki kelas 3 SD yang tinggal bersama ayah dan simbahnya. Setiap Sabtu–Minggu saya sering mendengar mereka saling bertelepon lama. Si Mbak ini juga sering bercerita tentang anaknya. Baru pertama kali anak itu ditinggal kerja ke luar kota. Ada saja kemanjaannya yang bikin si Mbak merasa berat, misalnya si anak enggak mau potong rambut kalau yang motong bukan ibunya, atau si anak yang bolak-balik nanya kapan ibunya pulang. Saya sering nyesek kalau mendengar cerita-cerita itu. Betapa berat perjuangan dia, harus meninggalkan anak sendiri untuk mengasuh anak orang lain. Dan rupanya, ini tidak hanya terjadi pada saya. Adik saya, teman-teman di kantor waktu itu, juga mengalami hal yang sama. Triiing, lalu muncullah ide itu. OK, angkat, bungkus!

Lokakarya, Saatnya Belajar Lagi

Sat set.. sat set… oret-oret, baca-baca referensi lagi, lalu kirim. Betapa bahagianya ketika melihat nama saya terpampang sebagai salah satu dari 30 cerita terpilih. Eits, tunggu dulu, jangan buru-buru senang berlebihan, dari 30 cerita ini masih akan diseleksi lagi menjadi 15 cerita. Baiklah, mari kita berjuang lagi!

Sumber: Litara

Setelah dinyatakan lolos, kami ber-30 mengikuti lokakarya penulisan secara daring, yang dipandu oleh para fasilitator yang tak perlu diragukan lagi kehebatannya. Ada Mbak Eva Nukman, Mbak Sofie Dewayani, Mbak Dian Kristiani, dan Mbak Anna Farida. Yups, ketemu lagi dengan mereka. Tak pernah bosan, dan tetap aja, selalu ada ilmu baru yang didapat. Oya, karena ada tema gender dalam lokakarya ini, ada juga Ibu Natalia Warat dari The Asia Foundation yang berbicara tentang gender. Kami juga didampingi para mentor untuk mengotak-atik lagi naskah kami. Mentornya enggak hanya urusan naskah cerita, tetapi juga dari sisi artistik. Saya beruntung, didampingi Mbak Shoba Dewey yang lembut hati dan Mbak Dewi Tri Kusumah yang jeli.


Setelah mengikuti lokakarya, presentasi, diskusi, revisi, revisi, dan revisi, dipilihlah 15 naskah yang akan lanjut untuk dibukukan dan ditayangkan di web Let’s Read. Deg.. deg… deg… Puji Tuhan, naskah saya terpilih! Selanjutnya, mentoring diambil alih oleh para fasilitator yang sekaligus menjadi editor, yaitu Mbak Eva, Mbak Anna, dan Mbak Dian. Di naskah yang terpilih itu sudah ada catatan koreksiannya. Para penulis harus merevisi, kemudian bergabung dengan para ilustrator untuk mengikuti booklab. Rupanya, saya berpartner dengan Kak Nur Shanti Indriani. Ssst, saya sempat ngintip IG-nya,@_kayumanis_ wow, seneng banget. Kebayang, ilustrasi cerita saya bakal imut-imut menggemaskan😍. Makasiiih, Kak Shanti, sukak banget gambar-gambarnya! Kak Shanti ini juga didampingi oleh Kak Maretta Gunawan sebagai art editor. Keren!

Revisi, Revisi, dan Revisi

Bisa dibayangkan, cerita selanjutnya adalah tentang revisi, revisi, dan revisi. Pada revisi terakhir, cerita saya sudah jauh berubah dari yang saya ajukan pertama kali dulu. Namun, isu yang diangkat tetap sama. Kalau dulu ada tokoh nenek, di cerita terakhir berubah jadi kakek. Kalau dulu anak-anaknya pegang ponsel untuk berkomunikasi dengan ibunya, di cerita terakhir malah tak ada ponsel sama sekali. Unsur lokalitas juga bisa muncul di naskah terakhir. Satu yang pasti, cerita terakhir jadi lebih lurus dan mengalir. Sungguh berterima kasih kepada para mentor dan editor. Dan teman-teman satu tim tentunya. Karena teman-teman juga banyak memberi masukan saat berdiskusi.

Oh ya, tak lupa, saya juga harus berterima kasih kepada adik-adik yang ikut field testing atau uji keterbacaan untuk buku ini. Jadi, sebelum terbit, buku ini harus diuji dulu ke calon pembaca, kira-kira sudah layak belum ya, untuk terbit. Apakah ceritanya bisa dimengerti, apakah ada cerita atau ilustrasi yang membingungkan, apakah ada kata-kata sulit, dan sebagainya. Field testing ini seru banget. Sepertinya, besok-besok perlu nulis cerita sendiri tentang field testing ini. (catat: besok-besok, wkwkwk)


Lega dan bersyukur banget saat akhirnya naskah ini di-launching tanggal 17 September 2022. Bersamaan dengan launching buku ini juga ada webinar bersama Ibu Henny Supolo Sitepu yang bertema Pemanfaatan Buku Cerita Anak dalam Pengembangan Karakter Anak. Ibu Henny ini adalah seorang pakar pendidikan sekaligus pendiri Yayasan Cahaya Guru. Kebetulan, waktu masih kerja di Majalah Bobo, saya beberapa kali bertemu dengan Ibu Henny. Beliau sering menjadi pembicara dalam beberapa kegiatan di Bobo, termasuk menjadi fasilitator dalam Konferensi Anak Indonesia.

Oya, untuk merayakan launching 15 buku baru Let’s Read ini, saya ikutan juga, dong, Read Aloud Challenge bareng anak saya. Kegiatan ini adalah kerja sama Let’s Read Indonesia dengan Read Aloud Indonesia. Biarpun belum menang, tapi seru. Anak saya seneng banget dengan kehebohan syuting read aloud tiap sore, serasa dapat permainan baru, hahaha.

Berurai Air Mata

Sungguh, saya minta maaf, kalau telah membuat para pembaca menitikkan air mata. Kalau cerita ini jadi menyentuh hati, memang seperti itulah kisahnya. Tetapi, dengan menulis cerita ini, saya berharap, para pembaca anak-anak yang mengalami kisah sama, yaitu ditinggal orangtuanya bekerja atau studi dalam waktu lama, bisa tetap bersemangat dan bergembira. Meskipun berpisah sementara dengan orang tua, tetap ada orang-orang di sekeliling kita yang selalu menyayangi dan memberi perhatian. Bagi para orang tua yang terpaksa meninggalkan anak-anaknya untuk sementara waktu pun, semoga bisa tetap bersemangat dan berjuang. Tak perlu risau, anak-anak kita pasti bisa survive dengan cara mereka sendiri.

Ilustrasi cerita "Kapan Ibu Pulang?"
karya Veronica W. & Nur Shanti Indriani,
Penerbit: The Asia Foundation

Berikut, saya kutip respon dari beberapa teman yang masuk lewat facebook dan instagram. Terima kasih, teman-teman, sudah membaca karya saya dan memberikan masukan yang berharga. Sukses untuk kita semua!

Facebook

Ceritanya keren banget mba, bikin saya terharu. huhuhu ... di luar sana banyak sekali anak-anak yang mengalami seperti ini.
(Iwok Abqary)

Sempat berkaca2 bacanya, Mbaaaa ... Bagus
(Aan Wulandari U)

Keren, Mbak.
Terima kasih sudah membuat cerita sebagus ini. Di tempat saya, banyak juga anak-anak yg mengalaminya.
(Avan Fathurrahman)

Suka, suka, suka. Tokoh ceritanya kayak aku. Aku kangen ibuku, yang susu racikannya tdk tertandingi.
(Heisito Sito)

Instagram

Ceritanya bikin berembun ❤
(wacanbocah)

Mbah Kung nggarai nangis owk
(dian.kristiani5)

Penasaran dengan cerita Kapan Ibu Pulang? Yuk, segera meluncur ke Let's Read!
Selamat membaca, ya .... 💖

Ilustrasi cerita "Kapan Ibu Pulang?"
karya Veronica W. & Nur Shanti Indriani,
Penerbit: The Asia Foundation



Veronica W
Seorang penulis dan editor yang menyukai dunia anak-anak.

Related Posts

2 komentar

  1. Hai, Mbak Veronica.

    Saya baca cerita "Kapan Ibu Pulang" ini di aplikasi Let's Read. Saya memang rutin membacakan Let's Read kepada anak saya setiap malam sebelum tidur. Sebetulnya saya baca karena random milih cover.

    Ketika saya membacakannya, lama-lama saya menangis (sampai anak saya terheran-heran). Saya nangis karena saya teringat kepada ayah saya.

    Saya tidak berani membayangkan apa yang dipikirkan kakeknya Bagas waktu anak perempuannya berangkat untuk menjadi babysitter dan menitipkan cucu-cucunya kepadanya sendiri. Mungkin dia berdoa kencang supaya semoga anak perempuannya bisa menjaga diri di kota lain, seperti dia menjaga cucu-cucunya yang dititipkan anaknya itu kepadanya. Barangkali itu juga yang dipikirkan oleh ayah saya waktu saya memutuskan untuk merantau.

    Good job, Mbak Veronica. Ditunggu cerita-ceritanya yang lain :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo, Mbak Vicky. Salam kenal.
      Terima kasih, ya, sudah mampir dan berbagi cerita.
      Duh, saya ikut terharu membaca cerita Mbak. Semoga, meskipun ada sisi haru, cerita ini bisa memberikan semangat dan kegembiraan buat semuanya, ya...
      Terima kasih, Mbak Vicky Salam sayang buat putranya ya... Selalu semangat untuk membaca bersama. ^^

      Hapus

Posting Komentar